iNgin Lebih berArti

Satu Hari kembali telah terlewat...dunia tanpa beban, banyak yang terbayang dalam pikiran dan semua hanya terlintas seperti debu - debu yang tertabrak oleh banyak kendaraan—berhamburan mengisi ruang jalan tersapu kepinggir trotoar dan menghinggapi wajah - wajah pejalan kaki yang berjalan. Andaikan dunia tanpa beban tak ada masalah yang mendera tak ada beban yang di tanggung "Wah, senang rasanya. Hanya bermain, bercanda". Memandang langit biru yang cerah siang ini diatas jembatan kali yang berwarna kelabu dan berbau tak sedap —gambaran setiap sudut kali di seluruh ibu kota.
...
Lama ku pandangi dia, terlihat awan - awan yang kemudian terbentuk seperti mauku. Tak tergambar jelas membentuk gumpalan - gumpalan layaknya domba - domba berbulu putih yang berkumpul jadi satu. Debu pun mulai menghinggap di mataku terasa perih, menghapuskan bayang - bayang khayalan. Ku lihat kakek tua yang sedang tertidur di bawah jembatan ini. Wajahnya yang lusuh seperti pakaian yang dikenakannya, hei pak tua apa kau tertidur, tak ada jawab yang ku dengar karena hanya ku layangkan ucapan itu di hati berharap kesusahan yang sama dapat mengikatkan hati hingga tak perlu lagi bersua untuk saling memahami—seperti saudara kembar yang dapat mengerti isi hati kembarannya. Ku palingkan wajah ini dan ku putar pandangan mata jauh ke seberang ujung kali, berharap menemukan batas akhirnya.

Begitu berat hidup ini, menerawang kehampaan yang terasa di dalam diri, "tak ada arti" jika diri hilang terbiaskan oleh cahaya, tak akan ada yang mengenang arti dari namaku. Lenyap di dinginnya malam tersapu di terbitnya fajar. Apa yang dapat ku lakukan agar tampak lebih berarti? ada yang mengenang diriku, bertanya saat ku hilang, dan berharap datang saat ku pergi. Ku mulai langkahkan kaki ini —berdiri tegak meregangkan tulang - tulang yang kaku semenjak tadi hanya terduduk—berjalan meninggalkan tengah jembatan ke ujungnya dan mulai kembali ke dalam siklus kehidupan. Semoga dapat Lebih BAIK...